DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
Presiden
Republik Indonesia
Menimbang : a bahwa
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan
untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial;
b. bahwa dalam rangka mengisi kemerdekaan dan
memajukan kesejahteraan umum perlu mewujudkan kehidupan bangsa yang bermanfaat
bagi pembangunan yang berkeadilan dan demokratis secara bertahap dan
berkesinambungan;
c. bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa melalui
instrumen pembangunan nasional di bidang keolahragaan merupakan upaya
meningkatkan kualitas hidup manusia
Indonesia secara jasmaniah, rohaniah, dan sosial dalam mewujudkan masyarakat
yang maju, adil, makmur, sejahtera, dan demokratis berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. bahwa pembinaan dan pengembangan keolahragaan
nasional yang dapat menjamin pemerataan akses terhadap olahraga, peningkatan
kesehatan dan kebugaran, peningkatan prestasi, dan manajemen keolahragaan yang
mampu menghadapi tantangan serta tuntutan perubahan kehidupan nasional dan
global memerlukan sistem keolahragaan nasional;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu dibentuk
Undang-Undang tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 28 C ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia
dan
Presiden Republik Indonesia
Memutuskan:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM KEOLAHRAGAAN NASIONAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang
dimaksud dengan:
1.
Keolahragaan adalah segala aspek yang berkaitan dengan olahraga yang
memerlukan pengaturan, pendidikan, pelatihan, pembinaan, pengembangan, dan
pengawasan.
2.
Keolahragaan nasional adalah keolahragaan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada
nilai-nilai keolahragaan, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap
tuntutan perkembangan olahraga.
3.
Sistem keolahragaan nasional adalah keseluruhan aspek keolahragaan yang
saling terkait secara terencana, sistimatis, terpadu, dan berkelanjutan sebagai
satu kesatuan yang meliputi pengaturan, pendidikan, pelatihan, pengelolaan,
pembinaan, pengembangan, dan pengawasan untuk mencapai tujuan keolahragaan
nasional.
4.
Olahraga adalah segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina,
serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial.
5.
Pelaku olahraga adalah setiap orang dan/atau kelompok orang yang terlibat
secara langsung dalam kegiatan olahraga yang meliputi pengolahraga, pembina
olahraga, dan tenaga keolahragaan.
6.
Pengolahraga adalah orang yang berolahraga dalam usaha mengembangkan
potensi jasmani, rohani, dan sosial.
7.
Olahragawan adalah pengolahraga yang mengikuti pelatihan secara teratur dan
kejuaraan dengan penuh dedikasi untuk mencapai prestasi.
8.
Pembina olahraga adalah orang yang memiliki minat dan pengetahuan,
kepemimpinan, kemampuan manajerial, dan/atau pendanaan yang didedikasikan untuk
kepentingan pembinaan dan pengembangan olahraga.
9.
Tenaga keolahragaan adalah setiap orang yang memiliki kualifikasi dan
sertifikat kompetensi dalam bidang
olahraga.
10. Masyarakat adalah kelompok warga
negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam
bidang keolahragaan.
11. Olahraga pendidikan adalah
pendidikan jasmani dan olahraga yang dilaksanakan sebagai bagian proses
pendidikan yang teratur dan berkelanjutan untuk memperoleh pengetahuan,
kepribadian, keterampilan, kesehatan, dan kebugaran jasmani.
12. Olahraga rekreasi adalah olahraga
yang dilakukan oleh masyarakat dengan kegemaran dan kemampuan yang tumbuh dan
berkembang sesuai dengan kondisi dan nilai budaya masyarakat setempat untuk
kesehatan, kebugaran, dan kegembiraan.
13. Olahraga prestasi adalah olahraga
yang membina dan mengembangkan olahragawan secara terencana, berjenjang, dan
berkelanjutan melalui kompetisi untuk mencapai prestasi dengan dukungan ilmu
pengetahuan dan teknologi keolahragaan.
14. Olahraga amatir adalah olahraga
yang dilakukan atas dasar kecintaan atau kegemaran berolahraga.
15.Olahraga profesional adalah
olahraga yang dilakukan untuk memperoleh pendapatan dalam bentuk uang atau
bentuk lain yang didasarkan atas kemahiran berolahraga.
16. Olahraga penyandang cacat adalah
olahraga yang khusus dilakukan sesuai dengan kondisi kelainan fisik dan/atau
mental seseorang.
17. Prestasi adalah hasil upaya
maksimal yang dicapai olahragawan atau kelompok olahragawan (tim) dalam
kegiatan olahraga.
18. Industri olahraga adalah kegiatan
bisnis bidang olahraga dalam bentuk produk barang dan/atau jasa.
19. Penghargaan olahraga adalah
pengakuan atas prestasi di bidang olahraga yang diwujudkan dalam bentuk material
dan/atau nonmaterial.
20. Prasarana olahraga adalah tempat
atau ruang termasuk lingkungan yang digunakan untuk kegiatan olahraga dan/atau
penyelenggaraan keolahragaan.
21. Sarana olahraga adalah peralatan
dan perlengkapan yang digunakan untuk kegiatan olahraga.
22. Doping adalah penggunaan zat dan/atau
metode terlarang untuk meningkatkan prestasi olahraga.
23. Pembinaan dan pengembangan
keolahragaan adalah usaha sadar yang dilakukan secara sistematis untuk mencapai
tujuan keolahragaan.
24. Organisasi olahraga adalah sekumpulan
orang yang menjalin kerja sama dengan membentuk organisasi untuk
penyelenggaraan olahraga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
25. Induk organisasi cabang olahraga
adalah organisasi olahraga yang membina, mengembangkan, dan mengoordinasikan
satu cabang/jenis olahraga atau gabungan organisasi cabang olahraga dari satu
jenis olahraga yang merupakan anggota federasi cabang olahraga internasional
yang bersangkutan.
26. Setiap orang adalah seseorang,
orang perseorangan, kelompok orang, kelompok masyarakat, atau badan hukum.
27.Standar nasional keolahragaan
adalah kriteria minimal tentang berbagai aspek yang berhubungan dengan
pembinaan dan pengembangan keolahragaan.
28. Standar kompetensi adalah standar
nasional yang berkaitan dengan kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan,
sikap, dan keterampilan yang harus dimiliki seseorang untuk dapat dinyatakan
lulus dalam uji kompetensi.
29. Akreditasi adalah pemberian peringkat terhadap pemenuhan
standar nasional keolahragaan yang berkaitan dengan pembinaan dan pengembangan
keolahragaan.
30. Sertifikasi adalah proses
pemberian pengakuan atas pemenuhan standar nasional keolahragaan.
31. Pemerintah adalah Pemerintah
Pusat
32. Pemerintah daerah adalah
pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota.
33. Menteri adalah menteri yang
bertanggung jawab dalam bidang keolahragaan.
BAB II
DASAR, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
Keolahragaan nasional
diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3
Keolahragaan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan jasmani, rohani, dan sosial serta membentuk watak dan
kepribadian bangsa yang bermartabat.
Pasal
4
Keolahragaan nasional bertujuan
memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran, prestasi, kualitas
manusia, menanamkan nilai moral dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin,
mempererat dan membina persatuan dan kesatuan bangsa, memperkukuh ketahanan
nasional, serta mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan bangsa.
BAB III
PRINSIP PENYELENGGARAAN
KEOLAHRAGAAN
Pasal 5
Keolahragaan diselenggarakan
dengan prinsip:
a. demokratis, tidak diskriminatif dan menjunjung tinggi nilai
keagamaan, nilai budaya, dan kemajemukan bangsa;
b. keadilan sosial dan nilai kemanusiaan yang beradab;
c. sportivitas dan menjunjung tinggi nilai etika dan estetika;
d. pembudayaan dan keterbukaan;
e. pengembangan kebiasaan hidup
sehat dan aktif bagi masyarakat;
f. pemberdayaan peran serta
masyarakat;
g. keselamatan dan keamanan; dan
h. keutuhan jasmani dan rohani.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Pasal 6
Setiap warga negara mempunyai hak
yang sama untuk:
a.
melakukan kegiatan olahraga;
b.
memperoleh pelayanan dalam kegiatan olahraga;
c.
memilih dan mengikuti jenis atau cabang olahraga yang sesuai dengan bakat dan
minatnya;
d.
memperoleh pengarahan, dukungan, bimbingan, pembinaan dan pengembangan
dalam keolahragaan;
e.
menjadi pelaku olahraga; dan
f.
mengembangkan industri olahraga.
Pasal
7
Warga negara yang memiliki
kelainan fisik dan/atau mental mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan dalam
kegiatan olahraga khusus.
Pasal
8
Setiap warga negara berkewajiban
untuk berperan serta dalam kegiatan olahraga dan memelihara prasarana dan
sarana olahraga serta lingkungan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Orang Tua
Pasal 9
(1)
Orang tua mempunyai hak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi
serta memperoleh informasi tentang perkembangan keolahragaan anaknya.
(2)
Orang tua berkewajiban memberikan dorongan kepada anaknya untuk aktif
berpartisipasi dalam olahraga.
Bagian
Ketiga
Hak dan Kewajiban
Masyarakat
Pasal 10
(1)
Masyarakat mempunyai hak untuk berperan serta dalam perencanaan,
pengembangan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan keolahragaan.
(2)
Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan
keolahragaan.
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban
Pemerintah
dan Pemerintah
Daerah
Pasal 11
(1)
Pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai hak mengarahkan, membimbing,
membantu, dan mengawasi penyelenggaraan keolahragaan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2)
Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban memberikan pelayanan dan
kemudahan serta menjamin terselenggaranya kegiatan keolahragaan bagi setiap
warga negara tanpa diskriminasi.
BAB V
TUGAS, WEWENANG, DAN TANGGUNG
JAWAB
PEMERINTAH DAN
PEMERINTAH DAERAH
Pasal 12
(1)
Pemerintah mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan serta
standardisasi bidang keolahragaan secara nasional.
(2)
Pemerintah daerah mempunyai tugas untuk melaksanakan kebijakan dan
mengoordinasikan pembinaan dan pengembangan keolahragaan serta melaksanakan
standardisasi bidang keolahragaan di
daerah.
Pasal
13
(1)
Pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengatur, membina, mengembangkan,
melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan keolahragaan secara nasional.
(2)
Pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur, membina,
mengembangkan, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan keolahragaan di
daerah.
Pasal
14
(1)
Pelaksanaaan tugas penyelenggaraan keolahragaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 pada tingkat nasional dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan
yang dikoordinasikan oleh Menteri.
(2)
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada pemerintah daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3)
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2),
pemerintah daerah membentuk sebuah dinas yang menangani bidang keolahragaan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal
15
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab
untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan keolahragaan nasional.
Pasal
16
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tugas, wewenang, dan tanggung jawab Pemerintah dan
pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 15
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
RUANG
LINGKUP OLAHRAGA
Pasal
17
Ruang lingkup
olahraga meliputi kegiatan:
a. olahraga pendidikan;
b. olahraga rekreasi; dan
c. olahraga prestasi.
Pasal 18
(1)
Olahraga pendidikan diselenggarakan sebagai bagian proses pendidikan.
(2)
Olahraga pendidikan dilaksanakan baik pada jalur pendidikan formal maupun
nonformal melalui kegiatan intrakurikuler dan/atau ekstrakurikuler.
(3)
Olahraga pendidikan dimulai pada usia dini.
(4)
Olahraga pendidikan pada jalur pendidikan formal dilaksanakan pada setiap
jenjang pendidikan.
(5)
Olahraga pendidikan pada jalur pendidikan nonformal dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang.
(6)
Olahraga pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5)
dibimbing oleh guru/dosen olahraga dan dapat dibantu oleh tenaga keolahragaan
yang disiapkan oleh setiap satuan pendidikan.
(7)
Setiap satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berkewajiban
menyiapkan prasarana dan sarana olahraga pendidikan sesuai dengan tingkat
kebutuhan.
(8)
Setiap satuan pendidikan dapat melakukan kejuaraan olahraga sesuai dengan
taraf pertumbuhan dan perkembangan peserta didik secara berkala antarsatuan
pendidikan yang setingkat.
(9)
Kejuaraan olahraga antarsatuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (8)
dapat dilanjutkan pada tingkat daerah, wilayah, nasional, dan internasional.
Pasal 19
(1)
Olahraga rekreasi dilakukan sebagai bagian proses pemulihan kembali
kesehatan dan kebugaran.
(2)
Olahraga rekreasi dapat dilaksanakan oleh setiap orang, satuan pendidikan,
lembaga, perkumpulan, atau organisasi olahraga.
(3)
Olahraga rekreasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan:
a.
memperoleh kesehatan, kebugaran jasmani, dan kegembiraan;
b. membangun
hubungan sosial; dan/atau
c.
melestarikan dan meningkatkan kekayaan budaya daerah dan nasional.
(4)
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat berkewajiban menggali,
mengembangkan, dan memajukan olahraga rekreasi.
(5)
Setiap orang yang menyelenggarakan olahraga rekreasi tertentu yang
mengandung risiko terhadap kelestarian lingkungan, keterpeliharaan sarana,
serta keselamatan dan kesehatan wajib:
a. menaati
ketentuan dan prosedur yang ditetapkan sesuai dengan jenis olahraga; dan
b. menyediakan
instruktur atau pemandu yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan sesuai
dengan jenis olahraga.
(6)
Olahraga rekreasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh perkumpulan atau organisasi olahraga.
Pasal 20
(1)
Olahraga prestasi dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan
dan potensi olahragawan dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat bangsa.
(2)
Olahraga prestasi dilakukan oleh setiap orang yang memiliki bakat,
kemampuan, dan potensi untuk mencapai prestasi.
(3)
Olahraga prestasi dilaksanakan melalui proses pembinaan dan pengembangan
secara terencana, berjenjang, dan berkelanjutan dengan dukungan ilmu
pengetahuan dan teknologi keolahragaan.
(4)
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat berkewajiban
menyelenggarakan, mengawasi, dan mengendalikan kegiatan olahraga prestasi.
(5)
Untuk memajukan olahraga prestasi, Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat dapat mengembangkan:
a.
perkumpulan olahraga;
b. pusat
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan;
c. sentra
pembinaan olahraga prestasi;
d. pendidikan dan
pelatihan tenaga keolahragaan;
e. prasarana dan
sarana olahraga prestasi;
f. sistem
pemanduan dan pengembangan bakat olahraga;
g. sistem
informasi keolahragaan; dan
h. melakukan uji
coba kemampuan prestasi olahragawan pada tingkat daerah, nasional, dan
internasional sesuai dengan kebutuhan.
(6)
Untuk keselamatan dan kesehatan olahragawan pada tiap penyelenggaraan,
penyelenggara wajib menyediakan tenaga medis dan/atau paramedis sesuai dengan
teknis penyelenggaraan olahraga prestasi.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN OLAHRAGA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 21
(1)
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan pembinaan dan pengembangan
olahraga sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya.
(2)
Pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pengolahraga, ketenagaan, pengorganisasian, pendanaan, metode, prasarana dan
sarana, serta penghargaan keolahragaan.
(3)
Pembinaan dan pengembangan keolahragaan dilaksanakan melalui tahap
pengenalan olahraga, pemantauan, pemanduan, serta pengembangan bakat dan
peningkatan prestasi.
(4)
Pembinaan dan pengembangan keolahragaan dilaksanakan melalui jalur
keluarga, jalur pendidikan, dan jalur masyarakat yang berbasis pada
pengembangan olahraga untuk semua orang yang berlangsung sepanjang hayat.
Pasal 22
Pemerintah melakukan pembinaan
dan pengembangan olahraga melalui penetapan kebijakan, penataran/pelatihan,
koordinasi, konsultasi, komunikasi, penyuluhan, pembimbingan, pemasyarakatan,
perintisan, penelitian, uji coba, kompetisi, bantuan, pemudahan, perizinan, dan
pengawasan.
Pasal 23
(1)
Masyarakat dapat melakukan pembinaan dan pengembangan
olahraga melalui berbagai kegiatan keolahragaan secara aktif, baik yang
dilaksanakan atas dorongan Pemerintah dan/atau pemerintah daerah, maupun atas
kesadaran atau prakarsa sendiri.
(2)
Pembinaan dan pengembangan olahraga oleh masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh perkumpulan olahraga di
lingkungan masyarakat setempat.
(3)
Masyarakat dalam melakukan pembinaan dan pengembangan
olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat membentuk
organisasi cabang olahraga yang tidak bertentangan dengan undang-undang ini.
Pasal 24
Lembaga
pemerintah maupun swasta berkewajiban menyelenggarakan pembinaan dan
pengembangan olahraga bagi karyawannya untuk meningkatkan kesehatan, kebugaran
dan kegembiraan serta kualitas dan produktivitas kerja sesuai dengan kondisi
masing-masing.
Bagian Kedua
Pembinaan
dan Pengembangan
Olahraga
Pendidikan
Pasal 25
(1)
Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan
dilaksanakan dan diarahkan sebagai satu kesatuan yang sistemis dan
berkesinambungan dengan sistem pendidikan nasional.
(2)
Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan
dilaksanakan melalui proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru/dosen
olahraga yang berkualifikasi dan memiliki sertifikat kompetensi serta didukung
prasarana dan sarana olahraga yang memadai.
(3)
Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan pada semua
jenjang pendidikan memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk melakukan
kegiatan olahraga sesuai dengan bakat dan minat.
(4)
Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan
dilaksanakan dengan memperhatikan potensi, kemampuan, minat, dan bakat peserta
didik secara menyeluruh, baik melalui
kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.
(5)
Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara teratur, bertahap, dan
berkesinambungan dengan memperhatikan taraf pertumbuhan dan perkembangan
peserta didik.
(6) Untuk
menumbuhkembangkan prestasi olahraga di lembaga pendidikan, pada setiap jalur
pendidikan dapat dibentuk unit kegiatan olahraga, kelas olahraga, pusat
pembinaan dan pelatihan, sekolah olahraga, serta diselenggarakannya kompetisi
olahraga yang berjenjang dan berkelanjutan.
(7)
Unit kegiatan olahraga, kelas olahraga, pusat pembinaan
dan pelatihan, atau sekolah olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
disertai pelatih atau pembimbing olahraga yang memiliki sertifikat kompetensi
dari induk organisasi cabang olahraga yang bersangkutan dan/atau instansi
pemerintah.
(8)
Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan dapat memanfaatkan olahraga
rekreasi yang bersifat tradisional sebagai bagian dari aktivitas pembelajaran.
Bagian Ketiga
Pembinaan dan Pengembangan
Olahraga Rekreasi
Pasal
26
(1)
Pembinaan dan pengembangan olahraga rekreasi dilaksanakan dan diarahkan
untuk memassalkan olahraga sebagai upaya mengembangkan kesadaran masyarakat
dalam meningkatkan kesehatan, kebugaran, kegembiraan, dan hubungan sosial.
(2)
Pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dengan membangun dan
memanfaatkan potensi sumber daya, prasarana dan sarana olahraga rekreasi.
(3)
Pembinaan dan pengembangan olahraga rekreasi yang bersifat tradisional
dilakukan dengan menggali, mengembangkan, melestarikan, dan memanfaatkan
olahraga tradisional yang ada dalam masyarakat.
(4)
Pembinaan dan pengembangan olahraga rekreasi dilaksanakan berbasis
masyarakat dengan memperhatikan prinsip mudah, murah, menarik, manfaat, dan
massal.
(5)
Pembinaan dan pengembangan olahraga rekreasi dilaksanakan sebagai upaya
menumbuhkembangkan sanggar-sanggar dan mengaktifkan perkumpulan olahraga dalam
masyarakat, serta menyelenggarakan festival olahraga rekreasi yang berjenjang
dan berkelanjutan pada tingkat daerah, nasional, dan internasional.
Bagian Keempat
Pembinaan dan Pengembangan Olahraga Prestasi
Pasal 27
(1) Pembinaan dan pengembangan
olahraga prestasi dilaksanakan dan diarahkan untuk mencapai prestasi olahraga
pada tingkat daerah, nasional, dan internasional.
(2) Pembinaan dan pengembangan
olahraga prestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh induk
organisasi cabang olahraga, baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat daerah.
(3) Pembinaan dan pengembangan
olahraga prestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan
oleh pelatih yang memiliki kualifikasi dan sertifikat kompetensi yang dapat
dibantu oleh tenaga keolahragaan dengan pendekatan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
(4) Pembinaan dan pengembangan olahraga
prestasi dilaksanakan dengan memberdayakan perkumpulan olahraga,
menumbuhkembangkan sentra pembinaan olahraga yang bersifat nasional dan daerah,
dan menyelenggarakan kompetisi secara berjenjang dan berkelanjutan.
(5)
Pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) melibatkan olahragawan muda potensial dari hasil pemantauan, pemanduan, dan
pengembangan bakat sebagai proses regenerasi.
Bagian
Kelima
Pembinaan dan Pengembangan Olahraga Amatir
Pasal 28
Pembinaan dan pengembangan
olahraga amatir dilaksanakan dan diarahkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 27.
Bagian Keenam
Pembinaan
dan Pengembangan Olahraga Profesional
Pasal 29
(1)
Pembinaan dan pengembangan olahraga profesional dilaksanakan dan diarahkan
untuk terciptanya prestasi olahraga, lapangan kerja, dan peningkatan
pendapatan.
(2)
Pembinaan dan pengembangan olahraga profesional dilakukan oleh induk
organisasi cabang olahraga dan/atau organisasi olahraga profesional.
Bagian
Ketujuh
Pembinaan
dan Pengembangan
Olahraga
Penyandang Cacat
Pasal
30
(1)
Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat dilaksanakan dan
diarahkan untuk meningkatkan kesehatan, rasa percaya diri, dan prestasi
olahraga.
(2)
Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat dilaksanakan oleh
organisasi olahraga penyandang cacat yang bersangkutan melalui kegiatan
penataran dan pelatihan serta kompetisi yang berjenjang dan berkelanjutan pada
tingkat daerah, nasional, dan internasional.
(3)
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau organisasi olahraga penyandang
cacat yang ada dalam masyarakat berkewajiban membentuk sentra pembinaan dan
pengembangan olahraga khusus penyandang cacat.
(4)
Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang cacat diselenggarakan pada lingkup
olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi berdasarkan jenis
olahraga khusus bagi penyandang cacat yang sesuai dengan kondisi kelainan fisik
dan/atau mental seseorang.
Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pembinaan dan pengembangan olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 sampai
dengan Pasal 30 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
PENGELOLAAN KEOLAHRAGAAN
Pasal 32
(1) Pengelolaan sistem keolahragaan
nasional merupakan tanggung jawab Menteri.
(2) Pemerintah menentukan kebijakan
nasional, standar keolahragaan nasional, serta koordinasi dan pengawasan
terhadap pengelolaan keolahragaan nasional.
Pasal 33
Pemerintah provinsi melaksanakan
kebijakan keolahragaan, perencanaan, koordinasi, pembinaan, pengembangan,
penerapan standardisasi, penggalangan sumber daya, dan pengawasan.
Pasal 34
(1)
Pemerintah kabupaten/kota melaksanakan perencanaan, pembinaan,
pengembangan, penerapan standardisasi, dan penggalangan sumber daya
keolahragaan yang berbasis keunggulan lokal.
(2)
Pemerintah kabupaten/kota wajib mengelola sekurang-kurangnya satu cabang
olahraga unggulan yang bertaraf nasional dan/atau internasional.
Pasal 35
(1)
Dalam pengelolaan keolahragaan, masyarakat dapat membentuk induk organisasi
cabang olahraga.
(2) Induk organisasi cabang olahraga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat mendirikan cabang-cabangnya di provinsi dan
kabupaten/kota.
Pasal 36
(1)
Induk organisasi cabang olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
membentuk suatu komite olahraga nasional.
(2)
Pengorganisasian komite olahraga nasional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan oleh masyarakat yang bersangkutan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3)
Induk organisasi cabang olahraga dan komite olahraga nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bersifat mandiri.
(4)
Komite olahraga nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
mempunyai tugas:
a. membantu
Pemerintah dalam membuat kebijakan nasional dalam bidang pengelolaan,
pembinaan, dan pengembangan olahraga prestasi pada tingkat nasional;
b. mengoordinasikan
induk organisasi cabang olahraga, organisasi olahraga fungsional, serta komite
olahraga provinsi dan komite olahraga kabupaten/kota;
c. melaksanakan
pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan olahraga prestasi berdasarkan kewenangannya;
dan
d. melaksanakan
dan mengoordinasikan kegiatan multikejuaraan olahraga tingkat nasional.
Pasal 37
(1)
Pengelolaan olahraga pada tingkat provinsi dilakukan oleh pemerintah
provinsi dengan dibantu oleh komite olahraga provinsi.
(2) Komite .
. .
(2)
Komite olahraga provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh
induk organisasi cabang olahraga provinsi dan bersifat mandiri.
(3)
Pengorganisasian komite olahraga provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan oleh masyarakat yang bersangkutan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 38
(1)
Pengelolaan olahraga pada tingkat kabupaten/kota dilakukan oleh pemerintah
kabupaten/kota dengan dibantu oleh komite olahraga kabupaten/kota.
(2)
Komite olahraga kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk
oleh induk organisasi cabang olahraga kabupaten/kota dan bersifat mandiri.
(3)
Pengorganisasian komite olahraga kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh masyarakat yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 39
Komite olahraga provinsi dan
komite olahraga kabupaten/kota mempunyai tugas:
a. membantu pemerintah daerah dalam membuat kebijakan daerah di bidang
pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan olahraga prestasi;
b. mengoordinasikan induk organisasi cabang olahraga dan organisasi
olahraga fungsional;
c. melaksanakan pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan olahraga
prestasi; dan
d. menyiapkan, melaksanakan, dan mengoordinasikan
keikutsertaan cabang olahraga prestasi dalam kegiatan olahraga yang bersifat
lintas daerah dan nasional.
Pasal 40
Pengurus komite olahraga
nasional, komite olahraga provinsi, dan komite olahraga kabupaten/kota bersifat
mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan
publik.
Pasal
41
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengelolaan keolahragaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 sampai dengan
Pasal 40 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
PENYELENGGARAAN KEJUARAAN OLAHRAGA
Pasal 42
Setiap penyelenggaraan kejuaraan
olahraga yang dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat wajib memperhatikan tujuan keolahragaan nasional serta prinsip
penyelenggaraan keolahragaan.
Pasal 43
Penyelenggaraan kejuaraan olahraga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 meliputi:
a. kejuaraan olahraga tingkat kabupaten/kota, tingkat wilayah,
tingkat provinsi, dan tingkat nasional;
b. pekan olahraga daerah, pekan olahraga wilayah, dan pekan olahraga
nasional;
c. kejuaraan olahraga tingkat internasional; dan
d. pekan olahraga internasional.
Pasal 44
(1) Keikutsertaan Indonesia dalam pekan olahraga internasional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 butir (d) bertujuan untuk mewujudkan
persahabatan dan perdamaian dunia serta untuk meningkatkan harkat dan martabat
bangsa melalui pencapaian prestasi.
(2) Keikutsertaan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Komite Olimpiade Indonesia atau National Olympic Committee
sebagaimana telah diakui oleh International Olympic Committee.
(3) Komite
Olimpiade Indonesia meningkatkan dan memelihara kepentingan Indonesia, serta
memperoleh dukungan masyarakat untuk mengikuti Olympic Games, Asian Games,
South East Asia Games, dan pekan
olahraga internasional lain.
(4) Komite Olimpiade Indonesia bekerja sesuai
dengan peraturan International Olympic Committee, Olympic Council of Asia,
South East Asia Games Federation, dan organisasi olahraga internasional
lain yang menjadi afiliasi Komite Olimpiade Indonesia dengan tetap
memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 45
Penyelenggaraan kejuaraan olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
bertujuan:
a. memasyarakatkan olahraga;
b. menjaring bibit atlet potensial;
c. meningkatkan kesehatan dan kebugaran;
d. meningkatkan prestasi olahraga;
e. memelihara persatuan dan kesatuan bangsa; dan
f. meningkatkan ketahanan nasional.
Pasal 46
(1)
Pekan olahraga nasional diselenggarakan secara periodik dan
berkesinambungan.
(2)
Pemerintah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pekan olahraga
nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menugasi komite olahraga
nasional selaku penyelenggara.
(3)
Pemerintah daerah yang ditetapkan sebagai penyelenggara bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan pekan olahraga nasional.
Pasal 47
Penyelenggaraan kejuaraan
olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dilakukan dengan prinsip
efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas.
Pasal 48
(1)
Pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penyelenggaraan
pekan olahraga daerah.
(2)
Induk organisasi cabang olahraga bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan penyelenggaraan kejuaraan
olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 butir (a) dan butir (c).
(3)
Organisasi olahraga penyandang cacat bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan pekan olahraga penyandang cacat.
Pasal 49
(1)
Induk organisasi cabang olahraga bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
kejuaraan olahraga tingkat internasional.
(2)
Penyelenggaraan kejuaraan olahraga tingkat internasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Pemerintah.
Pasal 50
(1)
Pengajuan Indonesia sebagai calon tuan rumah penyelenggara pekan olahraga
internasional diusulkan oleh Komite Olimpiade Indonesia setelah mendapatkan
persetujuan dari Pemerintah.
(2)
Pemerintah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pekan olahraga internasional
yang dilaksanakan di Indonesia.
(3)
Penyelenggaraan pekan olahraga internasional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditugaskan pelaksanaannya kepada Komite Olimpiade Indonesia.
Pasal 51
(1) Penyelenggara kejuaraan olahraga
wajib memenuhi persyaratan teknis kecabangan, kesehatan, keselamatan, dan
ketentuan daerah setempat.
(2) Penyelenggara kejuaraan olahraga
yang mendatangkan langsung massa penonton wajib mendapatkan rekomendasi dari
induk organisasi cabang olahraga yang bersangkutan dan memenuhi peraturan
perundang-undangan.
(3) Penyelenggara kejuaraan olahraga
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memiliki penanggung jawab kegiatan.
(4) Setiap orang dan/atau badan hukum
asing dapat menyelenggarakan kejuaraan olahraga di Indonesia dalam bentuk
kemitraan dengan induk organisasi cabang olahraga nasional.
(5) Setiap penonton dalam kejuaraan
olahraga wajib menjaga, menaati, dan/atau mematuhi peraturan perundangan
mengenai ketertiban dan keamanan.
(6)
Perlakuan pajak pertambahan nilai atas jasa penyelenggaraan kejuaraan atau
kegiatan olahraga dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dalam bidang perpajakan.
Pasal 52
Ketentuan lebih lanjut mengenai
Komite Olimpiade Indonesia, penyelenggaraan pekan olahraga nasional, tanggung
jawab pemerintah daerah dan induk organisasi cabang olahraga, penyelenggaraan
pekan olahraga internasional, dan persyaratan penyelenggaraan kejuaraan
olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, Pasal 46, Pasal 48, Pasal 50, dan
Pasal 51 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
PELAKU OLAHRAGA
Bagian Satu
Olahragawan
Pasal
53
(1) Olahragawan meliputi olahragawan amatir dan olahragawan
profesional.
(2) Olahragawan penyandang cacat merupakan
olahragawan yang melaksanakan olahraga khusus.
Pasal 54
(1) Olahragawan amatir melaksanakan
kegiatan olahraga yang menjadi kegemaran dan keahliannya.
(2)
Olahragawan amatir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai
hak:
a. meningkatkan
prestasi melalui klub dan/atau perkumpulan olahraga;
b. mendapatkan
pembinaan dan pengembangan sesuai dengan cabang olahraga yang diminati;
c. mengikuti
kejuaraan olahraga pada semua tingkatan setelah melalui seleksi dan/atau
kompetisi;
d. memperoleh
kemudahan izin dari instansi untuk mengikuti kegiatan keolahragaan daerah,
nasional, dan internasional; dan
e. beralih status
menjadi olahragawan profesional.
Pasal 55
(1)
Olahragawan profesional melaksanakan kegiatan olahraga sebagai profesi
sesuai dengan keahliannya.
(2)
Setiap orang dapat menjadi olahragawan profesional setelah memenuhi persyaratan:
a. pernah menjadi
olahragawan amatir yang mengikuti kompetisi secara periodik;
b. memenuhi
ketentuan ketenagakerjaan yang dipersyaratkan;
c. memenuhi
ketentuan medis yang dipersyaratkan; dan
d.
memperoleh pernyataan tertulis tentang pelepasan status dari olahragawan
amatir menjadi olahragawan profesional yang diketahui oleh induk organisasi
cabang olahraga yang bersangkutan.
(3)
Setiap olahragawan profesional mempunyai hak untuk:
a. didampingi oleh, antara lain, manajer,
pelatih, tenaga medis, psikolog, dan ahli hukum;
b. mengikuti kejuaraan pada semua tingkatan
sesuai dengan ketentuan;
c. mendapatkan pembinaan dan pengembangan dari
induk organisasi cabang olahraga, organisasi olahraga profesional, atau
organisasi olahraga fungsional; dan
d. mendapatkan pendapatan yang layak.
Pasal 56
(1)
Olahragawan penyandang cacat melaksanakan kegiatan olahraga khusus bagi
penyandang cacat.
(2)
Setiap olahragawan penyandang cacat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berhak untuk:
a. meningkatkan
prestasi melalui klub dan/atau perkumpulan olahraga penyandang cacat;
b. mendapatkan
pembinaan cabang olahraga sesuai dengan kondisi kelainan fisik dan/atau mental;
dan
c. mengikuti
kejuaraan olahraga penyandang cacat yang bersifat daerah, nasional, dan
internasional setelah melalui seleksi dan/atau kompetisi.
Pasal 57
Setiap olahragawan berkewajiban:
a.
menjunjung tinggi nilai luhur dan nama baik bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
b.
mengedepankan sikap sportivitas dalam setiap kegiatan olahraga yang
dilaksanakan;
c.
ikut menjaga upaya pelestarian lingkungan hidup; dan
d.
menaati peraturan dan kode etik yang berlaku dalam setiap cabang olahraga
yang diikuti dan/atau yang menjadi profesinya.
Pasal 58
(1)
Olahragawan amatir memperoleh pembinaan dan pengembangan dari induk organisasi
cabang olahraga amatir.
(2)
Olahragawan profesional memperoleh pembinaan dan pengembangan dari cabang
olahraga profesional dan/atau bergabung dalam cabang olahraga amatir yang
dinaungi oleh suatu lembaga mandiri yang dibentuk oleh Pemerintah.
(3)
Olahragawan penyandang cacat memperoleh pembinaan dan pengembangan dari
organisasi olahraga penyandang cacat.
Pasal 59
Dalam rangka pembinaan dan
pengembangan olahragawan dapat dilaksanakan perpindahan olahragawan
antarperkumpulan, antardaerah, dan antarnegara.
Bagian
Kedua
Pembina
Olahraga
Pasal
60
(1)
Pembina olahraga meliputi pembina perkumpulan, induk organisasi, atau
lembaga olahraga pada tingkat pusat dan tingkat daerah yang telah
dipilih/ditunjuk menjadi pengurus.
(2)
Pembina olahraga melakukan pembinaan dan pengembangan olahraga sesuai
dengan tugas dan fungsinya dalam organisasi.
Pasal 61
(1)
Pembina olahraga berhak memperoleh
peningkatan pengetahuan, keterampilan,
penghargaan, dan bantuan hukum.
(2) Pembina olahraga berkewajiban:
a. melaksanakan pembinaan dan pengembangan terhadap organisasi
olahraga, olahragawan, tenaga keolahragaan, dan pendanaan keolahragaan; dan
b. melaksanakan pembinaan dan pengembangan
olahraga sesuai dengan prinsip penyelenggaraan keolahragaan.
Pasal 62
Pembina olahraga warga negara
asing yang bertugas dalam setiap organisasi olahraga dan/atau lembaga olahraga
wajib:
a. memiliki kualifikasi dan kompetensi;
b. mendapatkan rekomendasi dari induk organisai cabang olahraga yang
bersangkutan; dan
c. mendapatkan izin dari instansi pemerintah
yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Tenaga Keolahragaan
Pasal 63
(1)
Tenaga keolahragaan terdiri atas pelatih, guru/dosen, wasit, juri, manajer,
promotor, administrator, pemandu, penyuluh, instruktur, tenaga medis dan para
medis, ahli gizi, ahli biomekanika, psikolog, atau sebutan lain yang sesuai
dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan kegiatan
olahraga.
(2) Tenaga . . .
(2)
Tenaga keolahragaan yang bertugas dalam setiap organisasi olahraga dan/atau
lembaga olahraga wajib memiliki kualifikasi dan sertifikat kompetensi yang
dikeluarkan oleh induk organisasi cabang olahraga yang bersangkutan dan/atau
instansi pemerintah yang berwenang.
(3)
Tenaga keolahragaan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan
keolahragaan sesuai dengan bidang keahlian dan/atau kewenangan tenaga
keolahragaan yang bersangkutan.
(4)
Pengadaan tenaga keolahragaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui penataran dan/atau pelatihan oleh lembaga yang khusus
untuk itu.
Pasal 64
Tenaga keolahragaan dalam
melaksanakan profesinya berhak untuk mendapatkan:
a. pembinaan, pengembangan, dan peningkatan keterampilan melalui
pelatihan;
b. jaminan keselamatan;
c. peningkatan karier, pelayanan kesejahteraan,
bantuan hukum, dan/atau penghargaan.
Pasal 65
Tenaga keolahragaan asing yang bertugas pada setiap organisasi olahraga
dan/atau lembaga olahraga wajib:
a. memiliki kualifikasi dan sertifikat kompetensi;
b. mendapatkan rekomendasi dari induk organisasi cabang olahraga
yang bersangkutan; dan
c. mendapatkan izin dari instansi pemerintah
yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 66
Ketentuan lebih lanjut mengenai
alih status olahragawan, olahragawan profesional, perpindahan olahragawan,
pembina olahraga warga negara asing, dan tenaga keolahragaan warga negara asing
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, Pasal 59, Pasal 62, dan Pasal 65
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XI
PRASARANA DAN SARANA OLAHRAGA
Pasal 67
(1)
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas
perencanaan, pengadaan, pemanfaatan, pemeliharaan, dan pengawasan prasarana
olahraga.
(2)
Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin ketersediaan prasarana olahraga
sesuai dengan standar dan kebutuhan Pemerintah dan pemerintah daerah.
(3)
Jumlah dan jenis prasarana olahraga yang dibangun harus memperhatikan
potensi keolahragaan yang berkembang di daerah setempat.
(4)
Prasarana olahraga yang dibangun di daerah wajib memenuhi jumlah dan
standar minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(5)
Ketentuan mengenai tata cara penetapan prasarana olahraga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dengan Peraturan Presiden.
(6)
Badan usaha yang bergerak dalam bidang pembangunan perumahan dan permukiman
berkewajiban menyediakan prasarana olahraga sebagai fasilitas umum dengan
standar dan kebutuhan yang ditetapkan oleh Pemerintah yang selanjutnya
diserahkan kepada pemerintah daerah sebagai aset/milik pemerintah daerah
setempat.
(7)
Setiap orang dilarang meniadakan dan/atau
mengalihfungsikan prasarana olahraga yang telah menjadi aset/milik Pemerintah
atau pemerintah daerah tanpa rekomendasi Menteri dan tanpa izin atau
persetujuan dari yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal
68
(1)
Pemerintah membina dan mendorong pengembangan industri
sarana olahraga dalam negeri.
(2)
Setiap orang atau badan usaha yang memproduksi sarana
olahraga wajib memperhatikan standar teknis sarana olahraga dari cabang
olahraga yang bersangkutan.
(3)
Sarana olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diproduksi, diperjualbelikan, dan/atau disewakan untuk masyarakat umum, baik
untuk pelatihan maupun untuk kompetisi wajib memenuhi standar kesehatan dan
keselamatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4)
Produsen wajib memberikan informasi tertulis tentang
bahan baku, penggunaan, dan pemanfaatan sarana olahraga untuk memberikan
pelindungan kesehatan dan keselamatan.
(5)
Perlakuan bea masuk, pajak pertambahan nilai, dan pajak
penjualan atas barang mewah untuk sarana olahraga diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan.
(6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana olahraga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB XII
PENDANAAN
KEOLAHRAGAAN
Pasal 69
(1) Pendanaan keolahragaan menjadi tanggung jawab
bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
mengalokasikan anggaran keolahragaan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pasal 70
(1)
Sumber pendanaan keolahragaan ditentukan berdasarkan prinsip kecukupan dan
keberlanjutan.
(2)
Sumber pendanaan keolahragaan dapat diperoleh dari:
a. masyarakat
melalui berbagai kegiatan berdasarkan ketentuan yang berlaku;
b. kerja sama yang
saling menguntungkan;
c. bantuan luar
negeri yang tidak mengikat;
d. hasil usaha
industri olahraga; dan/atau
e. sumber lain
yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 71
(1)
Pengelolaan dana keolahragaan dilakukan berdasarkan pada prinsip keadilan,
efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.
(2)
Dana keolahragaan yang dialokasikan dari Pemerintah dan pemerintah daerah
dapat diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 72
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pendanaan keolahragaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 sampai dengan Pasal
71 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 73
Pengaturan pajak bagi setiap
orang yang memberikan dukungan dana untuk pembinaan dan pengembangan
keolahragaan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dalam bidang perpajakan.
BAB XIII
PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN
TEKNOLOGI KEOLAHRAGAAN
Pasal 74
(1) Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat melakukan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
secara berkelanjutan untuk memajukan keolahragaan nasional.
(2) Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat dapat membentuk lembaga penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi keolahragaan yang bermanfaat untuk memajukan
pembinaan dan pengembangan keolahragaan nasional.
(3) Pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan melalui
penelitian, pengkajian, alih teknologi, sosialisasi, pertemuan ilmiah, dan
kerja sama antarlembaga penelitian, baik nasional maupun internasional yang
memiliki spesialisasi ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan.
(4) Hasil pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disosialisasikan
dan diterapkan untuk kemajuan olahraga.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
keolahragaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIV
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 75
(1)
Masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan
serta dalam kegiatan keolahragaan.
(2)
Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
secara perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, badan usaha, atau
organisasi kemasyarakatan lain sesuai dengan prinsip keterbukaan dan kemitraan.
(3)
Masyarakat dapat berperan sebagai sumber, pelaksana, tenaga sukarela,
penggerak, pengguna hasil, dan/atau pelayanan kegiatan olahraga.
(4)
Masyarakat ikut serta mendorong upaya pembinaan dan pengembangan
keolahragaan.
BAB XV
KERJA SAMA DAN
INFORMASI KEOLAHRAGAAN
Pasal
76
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dapat saling bekerja
sama dalam bidang keolahragaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
memperhatikan tujuan keolahragaan nasional dan prinsip keterbukaan, efisiensi,
efektivitas, dan akuntabilitas.
(3) Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dapat menyelenggarakan kerja sama
internasional dalam bidang keolahragaan dan dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 77
(1)
Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin ketersediaan dan penyebarluasan
informasi kepada masyarakat untuk kepentingan pembinaan dan pengembangan
keolahragaan nasional.
(2)
Dalam menyediakan dan menyebarluaskan informasi, Pemerintah mengembangkan
pusat informasi keolahragaan nasional dengan memanfaatkan media massa dan media
lain serta museum keolahragaan nasional.
(3)
Pemerintah daerah berdasarkan kewenangan dan kemampuan yang dimiliki dapat
mengembangkan dan mengelola informasi keolahragaan sesuai dengan kemampuan dan
kondisi daerah.
BAB XVI
INDUSTRI
OLAHRAGA
Pasal 78
Setiap pelaksanaan industri
olahraga yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat
wajib memperhatikan tujuan keolahragaan nasional serta prinsip penyelenggaraan
keolahragaan.
Pasal 79
(1) Industri olahraga dapat berbentuk prasarana
dan sarana yang diproduksi, diperjualbelikan, dan/atau disewakan untuk
masyarakat.
(2) Industri
olahraga dapat berbentuk jasa penjualan kegiatan cabang olahraga sebagai produk
utama yang dikemas secara profesional yang meliputi:
a. kejuaraan nasional dan internasional;
b. pekan olahraga daerah, wilayah, nasional, dan internasional;
c. promosi, eksibisi, dan festival olahraga; atau
d. keagenan, layanan informasi, dan konsultansi keolahragaan.
(3) Masyarakat yang melakukan usaha industri olahraga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat
bermitra dengan Pemerintah,
pemerintah daerah, organisasi olahraga, dan/atau organisasi lain, baik dalam
negeri maupun luar negeri.
(4) Dalam melaksanakan kemitraan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) masyarakat membentuk badan usaha sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(5) Masyarakat yang melakukan usaha industri jasa
olahraga memperhatikan kesejahteraan pelaku olahraga dan kemajuan olahraga.
Pasal 80
(1) Pembinaan dan pengembangan industri olahraga dilaksanakan melalui
kemitraan yang saling menguntungkan agar terwujud kegiatan olahraga yang
mandiri dan profesional.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan kemudahan
pembentukan sentra-sentra pembinaan dan pengembangan industri olahraga.
(3) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
memfasilitasi pewujudan kemitraan pelaku industri olahraga dengan media massa
dan media lainnya.
BAB
XVII
STANDARDISASI,
AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI
Bagian
Kesatu
Standardisasi
Pasal
81
(1)
Standar nasional keolahragaan meliputi:
a.
standar kompetensi tenaga keolahragaan;
b.
standar isi program penataran/pelatihan tenaga keolahragaan;
c.
standar prasarana dan sarana;
d.
standar pengelolaan organisasi keolahragaan;
e.
standar penyelenggaraan keolahragaan; dan
f. standar pelayanan minimal
keolahragaan.
(2)
Standar nasional keolahragaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
ditingkatkan secara berencana dan berkelanjutan.
(3)
Standar nasional keolahragaan digunakan sebagai acuan pengembangan
keolahragaan nasional.
(4)
Pengembangan, pemantauan, dan pelaporan pencapaian standar nasional
keolahragaan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang
sebagai bentuk akuntabilitas publik.
Bagian
Kedua
Akreditasi
Pasal
82
(1)
Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan dan peringkat program
penataran/pelatihan tenaga keolahragaan dan organisasi olahraga.
(2)
Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria objektif yang bersifat terbuka.
(3)
Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah
dan/atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.
Bagian
Ketiga
Sertifikasi
Pasal 83
(1)
Sertifikasi dilakukan untuk menentukan:
a. kompetensi tenaga keolahragaan;
b. kelayakan prasarana dan sarana olahraga; dan
c. kelayakan organisasi olahraga
dalam melaksanakan kejuaraan.
(2)
Hasil sertifikasi berbentuk sertifikat kompetensi dan sertifikat kelayakan
yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang serta
induk organisasi cabang olahraga yang bersangkutan sebagai bentuk akuntabilitas
publik.
(3)
Sertifikat kompetensi diberikan kepada seseorang sebagai pengakuan setelah
lulus uji kompetensi.
(4)
Sertifikat kelayakan diberikan kepada organisasi, prasarana, dan sarana
olahraga.
Pasal 84
Ketentuan lebih lanjut mengenai
standardisasi, akreditasi, dan sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
sampai dengan Pasal 83 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XVIII
DOPING
Pasal 85
(1)
Doping
dilarang dalam semua kegiatan olahraga.
(2) Setiap . . .
(2)
Setiap induk organisasi cabang olahraga dan/atau lembaga/organisasi
olahraga nasional wajib membuat peraturan doping dan disertai sanksi.
(3)
Pengawasan doping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Pemerintah.
BAB XIX
PENGHARGAAN
Pasal 86
(1)
Setiap pelaku olahraga, organisasi olahraga, lembaga pemerintah/swasta, dan
perseorangan yang berprestasi dan/atau berjasa dalam memajukan olahraga diberi
penghargaan.
(2)
Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, organisasi olahraga, organisasi lain, dan/atau perseorangan.
(3)
Penghargaan dapat berbentuk pemberian kemudahan, beasiswa, asuransi,
pekerjaan, kenaikan pangkat luar biasa, tanda kehormatan, kewarganegaraan,
warga kehormatan, jaminan hari tua, kesejahteraan, atau bentuk penghargaan lain
yang bermanfaat bagi penerima penghargaan.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan dan bentuk
penghargaan serta pelaksanaan pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB XX
PENGAWASAN
Pasal
87
(1) Pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat melakukan pengawasan atas penyelenggaraan keolahragaan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
(3) Pengawasan dan pengendalian
olahraga profesional dilakukan oleh lembaga mandiri yang dibentuk oleh
Pemerintah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XXI
PENYELESAIAN
SENGKETA
Pasal 88
(1)
Penyelesaian sengketa keolahragaan diupayakan melalui musyawarah dan
mufakat yang dilakukan oleh induk organisasi cabang olahraga.
(2)
Dalam hal musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
tercapai, penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui arbitrase atau
alternatif penyelesaian sengketa sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)
Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
tercapai, penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui pengadilan yang sesuai
dengan yurisdiksinya.
BAB XXII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 89
(1)
Setiap orang yang menyelenggarakan kejuaraan olahraga tidak memenuhi
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) dan ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama
2 (dua) tahun
dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menimbulkan kerusakan dan/atau gangguan keselamatan pihak lain, setiap orang
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(3)
Setiap orang yang mengalihfungsikan atau meniadakan prasarana olahraga yang
telah ada, baik sebagian maupun seluruhnya tanpa izin sebagaimana diatur dalam
Pasal 67 ayat (7), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
BAB XXIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 90
Pada saat Undang-Undang ini
dinyatakan mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan bidang keolahragaan dinyatakan tetap berlaku sepanjang peraturan
perundang-undangan dimaksud tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan
Undang-Undang ini.
BAB XXIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 91
Semua peraturan yang diperlukan
untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus diselesaikan paling lambat 2 (dua)
tahun terhitung sejak diundangkannya Undang-Undang ini.
Pasal 92
Undang-Undang ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 23 September 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 September 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 89
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2005
TENTANG
SISTEM KEOLAHRAGAAN NASIONAL
I. UMUM.
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah
negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut, segala aspek kehidupan dalam
bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus
senantiasa berdasarkan atas hukum.
Olahraga
merupakan bagian dari proses dan pencapaian tujuan pembangunan nasional
sehingga keberadaan dan peranan olahraga dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara harus ditempatkan pada kedudukan yang jelas dalam
sistem hukum nasional.
Selama
ini bidang keolahragaan hanya diatur oleh peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang, bersifat parsial atau belum mengatur semua aspek keolahragaan
nasional secara menyeluruh, dan belum mencerminkan tatanan hukum yang tertib di
bidang keolahragaan.
Permasalahan keolahragaan nasional semakin kompleks dan
berkaitan dengan dinamika sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat dan bangsa
serta tuntutan perubahan global sehingga sudah saatnya Indonesia memiliki suatu
undang-undang yang mengatur keolahragaan secara menyeluruh dengan memperhatikan
semua aspek terkait, adaptif terhadap perkembangan olahraga dan masyarakat,
sekaligus sebagai instrumen hukum yang
mampu mendukung pembinaan dan pengembangan keolahragaan nasional pada masa kini
dan masa yang akan datang. Atas dasar
inilah perlu dibentuk Undang-Undang tentang Sistem Keolahragaan Nasional sebagai
landasan yuridis bagi setiap kegiatan keolahragaan di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang ini
memperhatikan asas desentralisasi,
otonomi, peran serta masyarakat, keprofesionalan, kemitraan, transparansi, dan
akuntabilitas. Sistem pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan keolahragaan
nasional diatur dengan semangat kebijakan otonomi daerah guna mewujudkan
kemampuan daerah dan masyarakat yang mampu secara mandiri mengembangkan
kegiatan keolahragaan. Penanganan keolahragaan tidak dapat lagi ditangani
secara sekadarnya tetapi harus ditangani secara profesional. Penggalangan
sumber daya untuk pembinaan dan pengembangan keolahragaan nasional dilakukan
melalui pembentukan dan pengembangan hubungan kerja para pihak yang terkait
secara harmonis, terbuka, timbal balik, sinergis, dan saling menguntungkan.
Prinsip transparansi dan akuntabilitas diarahkan untuk mendorong ketersediaan
informasi yang dapat diakses sehingga memberikan peluang bagi semua pihak untuk
berperan serta dalam kegiatan keolahragaan, memungkinkan semua pihak untuk
melaksanakan kewajibannya secara optimal dan kepastian untuk memperoleh haknya,
serta memungkinkan berjalannya mekanisme kontrol untuk menghindari kekurangan
dan penyimpangan sehingga tujuan dan sasaran keolahragaan nasional dapat
tercapai. Dalam Undang-Undang ini, sistem keolahragaan nasional merupakan
keseluruhan subsistem keolahragaan yang saling terkait secara terencana,
terpadu, dan berkelanjutan untuk mencapai tujuan keolahragaan nasional.
Subsistem yang dimaksud, antara lain, pelaku olahraga, organisasi olahraga,
dana olahraga, prasarana dan sarana olahraga, peran serta masyarakat, dan
penunjang keolahragaan termasuk ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, dan
industri olahraga. Interaksi antarsubsistem perlu diatur guna mencapai tujuan
keolahragaan nasional yang manfaatnya dapat dirasakan oleh semua pihak. Seluruh
subsistem keolahragaan nasional diatur dengan memperhatikan keterkaitan dengan
bidang-bidang lain serta upaya-upaya yang sistematis dan berkelanjutan guna
menghadapi tantangan subsistem, antara lain, melalui peningkatan koordinasi
antarlembaga yang menangani keolahragaan, pemberdayaan organisasi keolahragaan,
pengembangan sumber daya manusia keolahragaan, pengembangan prasarana dan
sarana, peningkatan sumber dan pengelolaan pendanaan, serta penataan sistem
pembinaan dan pengembangan olahraga secara menyeluruh.
Undang-Undang ini mengatur secara
tegas mengenai hak dan kewajiban serta kewenangan dan tanggung jawab semua
pihak (Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat) serta koordinasi yang sinergis secara vertikal
antara pusat dan daerah dan secara horizontal antara lembaga terkait baik pada
tingkat pusat maupun pada tingkat daerah dalam rangka pengelolaan, pembinaan,
dan pengembangan keolahragaan nasional. Sebagai wujud kepedulian dalam
pembinaan dan pengembangan olahraga, masyarakat dapat berperan serta dengan
membentuk induk organisasi cabang olahraga pada tingkat pusat dan daerah.
Organisasi/kelembagaan yang dibentuk oleh masyarakat itu membutuhkan dasar
hukum sehingga kedudukan dan keberadaannya akan lebih mantap.
Keterbatasan sumber pendanaan
merupakan permasalahan khusus dalam kegiatan keolahragaan di Indonesia. Hal ini
semakin terasa dengan perkembangan olahraga modern yang menuntut pengelolaan,
pembinaan dan pengembangan keolahragaan didukung oleh anggaran yang memadai.
Untuk itu, kebijakan tentang sistem pengalokasian dana di dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam
bidang keolahragaan sesuai dengan kemampuan anggaran harus dilaksanakan
agar pembinaan dan pengembangan
keolahragaan nasional dapat berjalan lancar. Selain itu, sumber daya dari
masyarakat perlu dioptimalkan, antara lain, melalui peran serta masyarakat
dalam pengadaan dana, pengadaan/pemeliharaan prasarana dan sarana, dan dalam
industri olahraga.
Dengan Undang-Undang ini sistem
pembinaan dan pengembangan keolahragaan nasional ditata sebagai suatu bangunan
sistem keolahragaan yang pada intinya dilakukan pembinaan dan pengembangan
olahraga yang diawali dengan tahapan pengenalan olahraga, pemantauan dan
pemanduan, serta pengembangan bakat dan peningkatan prestasi. Penahapan
tersebut diarahkan untuk pemassalan dan pembudayaan olahraga, pembibitan, dan
peningkatan prestasi olahraga pada tingkat daerah, nasional, dan internasional.
Semua penahapan tersebut melibatkan unsur keluarga, perkumpulan, satuan
pendidikan, dan organisasi olahraga yang ada dalam masyarakat, baik pada
tingkat daerah maupun pusat. Sesuai dengan penahapan tersebut, seluruh ruang
lingkup olahraga dapat saling bersinergi sehingga membentuk bangunan sistem
keolahragaan nasional yang luwes dan menyeluruh. Sistem ini melibatkan tiga
jalur, yaitu jalur keluarga, jalur pendidikan, dan jalur masyarakat yang saling
bersinergi untuk memperkukuh bangunan sistem keolahragaan nasional.
Sistem
keolahragaan nasional ditingkatkan, antara lain, melalui penetapan standar
nasional keolahragaan yang meliputi tenaga keolahragaan, isi program penataran/pelatihan,
prasarana dan sarana, penyelenggaraan keolahragaan, dan pengelolaan organisasi
keolahragaan, serta pelayanan minimal keolahragaan.
Undang-Undang tentang Sistem
Keolahragaan Nasional ini akan memberikan kepastian hukum bagi Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat dalam kegiatan keolahragaan, dalam mewujudkan
masyarakat dan bangsa yang gemar, aktif, sehat dan bugar, serta berprestasi
dalam olahraga. Dengan demikian, gerakan memasyarakatkan olahraga dan
mengolahragakan masyarakat serta upaya meningkatkan prestasi olahraga dapat
mengangkat harkat dan martabat bangsa pada tingkat internasional sesuai dengan
tujuan dan sasaran pembangunan nasional yang berkelanjutan.
II. Pasal Demi Pasal
Pasal
1
Cukup
jelas.
Pasal
2
Cukup jelas.
Pasal
3
Cukup jelas.
Pasal
4
Cukup
jelas.
Pasal
5
Huruf
a
Yang dimaksud dengan
tidak diskriminatif dalam ketentuan ini adalah bahwa olahraga merupakan hak
setiap orang dengan tidak membedakan antara orang perseorangan, kelompok,
golongan, agama, suku, dan bangsa/negara.
Huruf
b
Cukup
jelas.
Huruf c . . .
Huruf
c
Yang dimaksud dengan etika dalam
ketentuan ini adalah bahwa penyelenggaraan keolahragaan mencerminkan
nilai-nilai yang baik yang dijabarkan dalam aturan, ketentuan, maupun kegiatannya.
Nilai-nilai yang dimaksud mencakup nilai kesopanan, budaya, akhlak mulia, dan
sportivitas.
Yang dimaksud dengan estetika
dalam ketentuan ini adalah bahwa
penyelenggaraan keolahragaan mengandung hal-hal yang berkaitan dengan seni dan
keindahan.
Huruf
d
Yang
dimaksud dengan pembudayaan dalam
ketentuan ini adalah proses sosial, perbuatan, dan cara memajukan olahraga
sehingga menjadi kebiasaan hidup masyarakat.
Yang dimaksud dengan
keterbukaan dalam ketentuan ini adalah
bahwa setiap orang bebas mendapatkan informasi dan akses keolahragaan.
Huruf
e
Cukup
jelas.
Huruf
f
Yang
dimaksud dengan pemberdayaan dalam ketentuan ini adalah upaya membangkitkan
masyarakat agar berkemampuan untuk berperan serta dalam penyelenggaraan
keolahragaan.
Huruf
g
Cukup
jelas.
Huruf
h
Cukup
jelas.
Pasal 6
Yang
dimaksud dengan warga negara dalam ketentuan ini adalah warga negara Indonesia,
baik yang tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun di luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 7
Cukup
jelas.
Pasal 8
Cukup
jelas.
Pasal 9
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan hak mengarahkan dalam ketentuan ini adalah orang tua tidak
melakukan intervensi dan mencampuri teknis kegiatan olahraga.
Ayat
(2)
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup
jelas.
Pasal 11
Cukup
jelas.
Pasal 12
Cukup
jelas.
Pasal 13
Cukup
jelas.
Pasal 14
Cukup
jelas.
Pasal 15
Cukup
jelas.
Pasal 16
Cukup
jelas.
Pasal 17
Ruang lingkup
olahraga dimaksudkan untuk mengelompokkan jenis-jenis atau kegiatan olahraga
berdasarkan atas pendekatan fungsi.
Pasal 18
Ayat
(1)
Istilah olahraga
pendidikan sama dengan pendidikan jasmani dan olahraga dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan. Keduanya dapat digunakan secara saling melengkapi untuk
kepentingan pendidikan.
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan jalur pendidikan formal dalam ketentuan ini adalah jalur
pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri dari pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Yang
dimaksud dengan jalur pendidikan nonformal dalam ketentuan ini adalah jalur
pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur
dan berjenjang.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Ayat
(4)
Cukup
jelas.
Ayat
(5)
Cukup
jelas.
Ayat
(6)
Cukup
jelas.
Ayat
(7)
Yang
dimaksud dengan satuan pendidikan dalam ketentuan ini adalah kelompok pelayanan
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal dan nonformal
pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
Ayat
(8)
Cukup
jelas.
Ayat
(9)
Cukup
jelas.
Pasal 19
Ayat
(1)
Olahraga
rekreasi merupakan kegiatan olahraga waktu luang yang dilakukan secara sukarela
oleh perseorangan, kelompok, dan/atau masyarakat seperti olahraga masyarakat,
olahraga tradisional, olahraga kesehatan, dan olahraga petualangan yang tumbuh
dan berkembang dalam masyarakat.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Ayat
(4)
Cukup
jelas.
Ayat
(5)
Keterpeliharaan
sarana dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap
sarana yang digunakan dalam kegiatan olahraga termasuk hewan.
Ayat
(6)
Cukup
jelas.
Pasal 20
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Ayat
(4)
Yang dimaksud
dengan masyarakat dalam ketentuan ini adalah induk-induk organisasi cabang
olahraga, organisasi olahraga fungsional, sanggar-sanggar olahraga, perkumpulan
dan/atau klub olahraga lain yang ada dalam masyarakat serta masyarakat lain
yang berperan serta dalam pembinaan dan pengembangan olahraga.
Ayat
(5)
Cukup
jelas.
Ayat
(6)
Cukup
jelas.
Pasal 21
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Yang
dimaksud dengan pengenalan olahraga dalam ketentuan ini adalah kegiatan untuk
menyadarkan dan membangkitkan minat masyarakat agar gemar berolahraga.
Yang
dimaksud dengan pemantauan, pemanduan, dan pengembangan bakat dalam ketentuan
ini adalah tahap identifikasi dan seleksi penetapan bibit olahragawan potensial
yang selanjutnya dibina secara berjenjang dan berkelanjutan sesuai dengan
cabang olahraga tertentu.
Ayat
(4)
Cukup
jelas.
Pasal 22
Cukup
jelas.
Pasal 23
Cukup
jelas.
Pasal 24
Cukup
jelas.
Pasal 25
Ayat
(1)
Yang dimaksud
dengan sebagai satu kesatuan yang sistemis dan berkesinambungan dengan sistem
pendidikan nasional dalam ketentuan ini adalah bahwa olahraga pendidikan
sebagai subsistem keolahragaan nasional, dalam pembinaan dan pengembangannya
tidak dapat dipisahkan dari sistem pendidikan nasional.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Ayat
(4)
Yang
dimaksud dengan secara menyeluruh dalam ketentuan ini adalah mencakup seluruh
ranah kognitif, afektif, dan psikomotor peserta didik.
Ayat
(5)
Cukup
jelas.
Ayat
(6)
Yang
dimaksud dengan unit kegiatan olahraga dalam ketentuan ini adalah suatu
perkumpulan olahraga pelajar/mahasiswa sebagai wadah berkumpulnya peserta didik
yang memiliki minat dan bakat dalam olahraga tertentu guna meningkatkan
prestasi olahraga.
Yang dimaksud
dengan kelas olahraga dalam ketentuan ini adalah kelas khusus yang disediakan
dalam satuan pendidikan untuk menampung para peserta didik yang berbakat dalam
bidang olahraga tertentu.
Yang dimaksud
dengan pusat pembinaan dan pelatihan dalam ketentuan ini adalah suatu wadah
yang khusus dirancang untuk menampung dan membina para olahragawan peserta
didik yang telah diseleksi bakat dan kemampuannya dalam satu asrama.
Yang dimaksud
dengan sekolah olahraga dalam ketentuan ini adalah satuan pendidikan khusus
yang disediakan bagi para olahragawan berbakat.
Ayat
(7)
Cukup
jelas.
Ayat
(8)
Cukup
jelas.
Pasal 26
Ayat
(1)
Yang dimaksud
dengan memassalkan olahraga dalam ketentuan ini adalah suatu upaya untuk
mengenalkan olahraga kepada masyarakat luas sehingga masyarakat gemar melakukan
kegiatan olahraga atas kehendak sendiri.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Ayat
(4)
Yang dimaksud
dengan berbasis masyarakat dalam ketentuan ini adalah pembinaan dan
pengembangan olahraga dengan memperhatikan kebutuhan dan potensi masyarakat.
Ayat
(5)
Cukup
jelas.
Pasal 27
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Ayat
(4)
Yang dimaksud
dengan sentra pembinaan olahraga dalam ketentuan ini adalah suatu wadah yang
dirancang untuk membina dan mengembangkan olahragawan dan berpotensi sebagai
olahragawan bertaraf nasional atau internasional.
Ayat
(5)
Cukup
jelas.
Pasal 28
Cukup
jelas.
Pasal 29
Cukup
jelas.
Pasal 30
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Yang dimaksud
dengan kegiatan penataran dan pelatihan dalam ketentuan ini adalah kegiatan
olahraga yang dilakukan di lingkungan pendidikan dan pelatihan olahraga dalam
masyarakat.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Ayat
(4)
Pembinaan
olahraga bagi penyandang cacat pada dasarnya dilakukan dengan mempertimbangkan
kondisi kelainan fisik dan/atau mental seseorang sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
Pasal 31
Cukup
jelas.
Pasal 32
Cukup
jelas.
Pasal 33
Cukup
jelas.
Pasal 34
Cukup
jelas.
Pasal 35
Cukup
jelas.
Pasal 36
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Yang dimaksud
dengan masyarakat yang bersangkutan dalam ketentuan ini adalah induk-induk
organisasi cabang olahraga yang berafiliasi dengan federasi cabang olahraga
internasional.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Ayat
(4)
Cukup
jelas.
Pasal 37
Cukup
jelas.
Pasal 38
Cukup
jelas.
Pasal 39
Cukup
jelas.
Pasal 40
Yang dimaksud
dengan mandiri dalam ketentuan ini adalah bebas dari pengaruh dan intervensi
pihak mana pun untuk menjaga netralitas dan menjamin keprofesionalan
pengelolaan keolahragaan.
Yang
dimaksud dengan jabatan struktural dalam ketentuan ini adalah suatu jabatan
yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang pegawai
negeri sipil dan militer dalam rangka memimpin satuan organisasi negara atau
pemerintahan, antara lain, jabatan eselon di departemen atau lembaga
pemerintahan nondepartemen.
Yang dimaksud
dengan jabatan publik dalam ketentuan ini adalah suatu jabatan yang diperoleh
melalui suatu proses pemilihan langsung oleh rakyat atau melalui pemilihan di
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, antara lain Presiden/Wakil Presiden
dan para anggota kabinet, gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati,
walikota/wakil walikota, anggota DPR-RI, anggota DPD-RI, anggota DPRD, hakim
agung, anggota komisi yudisial, Kapolri, dan Panglima TNI.
Pasal 41
Cukup
jelas.
Pasal 42
Cukup
jelas.
Pasal 43
Yang dimaksud
dengan kejuaraan olahraga dalam ketentuan ini adalah pertandingan/perlombaan
untuk satu jenis cabang olahraga (single event).
Yang dimaksud
dengan pekan olahraga dalam ketentuan ini adalah pertandingan/perlombaan untuk
beberapa jenis cabang olahraga (multi events).
Yang dimaksud
dengan penyelenggaraan kejuaraan olahraga tingkat wilayah dalam ketentuan ini
adalah kejuaraan dalam bentuk pertandingan atau perlombaan yang diikuti oleh
provinsi-provinsi yang tergabung dalam satu wilayah tertentu.
Pasal 44
Cukup
jelas.
Pasal 45
Cukup
jelas.
Pasal 46
Cukup
jelas.
Pasal 47
Cukup
jelas.
Pasal 48
Cukup
jelas.
Pasal 49
Cukup
jelas.
Pasal 50
Cukup
jelas.
Pasal 51
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Ayat
(4)
Penyelenggara
kejuaraan olahraga dari luar negeri diharuskan melakukan alih ilmu pengetahuan
dan teknologi serta menyerap sumber daya manusia Indonesia.
Ayat (5)
Cukup
jelas.
Ayat (6)
Cukup
jelas.
Pasal 52
Cukup
jelas.
Pasal 53
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Yang dimaksud
dengan olahraga khusus dalam ketentuan ini adalah olahraga yang dilakukan oleh
penyandang cacat sesuai dengan jenis kecacatan, yaitu tunarungu wicara,
tunagrahita, tunanetra, tunadaksa, paraplegia, dan polio.
Pasal 54
Cukup
jelas.
Pasal 55
Ayat
(1)
Olahragawan
profesional yang dimaksud dalam ketentuan ini termasuk olahragawan asing.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Yang dimaksud
dengan organisasi olahraga fungsional dalam ketentuan ini adalah organisasi
olahraga atau lembaga berbadan hukum yang mengoordinasikan kegiatan cabang
olahraga profesional tertentu.
Yang dimaksud dengan pendapatan
yang layak dalam ketentuan ini adalah pendapatan atau penghasilan yang
mencukupi untuk kesejahteraan yang memadai (di atas kebutuhan hidup minimum).
Pasal 56
Cukup
jelas.
Pasal 57
Cukup
jelas.
Pasal 58
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Yang dimaksud
dengan lembaga mandiri dalam ketentuan ini adalah lembaga yang dalam
pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangannya bebas dari pengaruh dan intervensi
Pemerintah, pemerintah daerah, atau pihak mana pun.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Pasal 59
Cukup
jelas.
Pasal 60
Ayat
(1)
Yang dimaksud
dengan lembaga olahraga dalam ketentuan ini adalah badan/lembaga atau
organisasi yang melakukan satu atau berbagai kegiatan olahraga dalam rangka
pembinaan dan pengembangan olahraga.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Pasal 61
Cukup
jelas.
Pasal 62
Cukup
jelas.
Pasal 63
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Yang dimaksud
dengan kualifikasi dalam ketentuan ini adalah persyaratan yang harus dipenuhi untuk
melakukan pekerjaan atau tugas tertentu di bidang keolahragaan.
Yang dimaksud
dengan kompetensi dalam ketentuan ini adalah standar kemampuan minimal yang
dipersyaratkan bagi seseorang untuk dapat melakukan pekerjaan atau tugas
tertentu di bidang keolahragaan.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Pasal 64
Butir a
Cukup
jelas.
Butir b
Jaminan
keselamatan dalam ketentuan ini merujuk pada peraturan penyelenggaraan
kejuaraan olahraga setiap induk organisasi cabang olahraga sesuai dengan
ketentuan federasi cabang olahraga internasional yang bersangkutan.
Butir c
Cukup
jelas.
Pasal 65
Cukup
jelas.
Pasal 66
Cukup
jelas.
Pasal 67
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup jelas.
Ayat
(4)
Cukup
jelas.
Ayat
(5)
Cukup
jelas.
Ayat
(6)
Cukup
jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud
dengan meniadakan prasarana olahraga dalam ketentuan ini adalah
tindakan/perbuatan menghilangkan prasarana olahraga, misalnya, melalui
penjualan kepemilikan, penggusuran, dan/atau perbuatan lain yang menyebabkan
hilangnya prasarana olahraga.
Yang dimaksud
dengan mengalihfungsikan prasarana olahraga dalam ketentuan ini adalah
beralihnya fungsi prasarana olahraga menjadi fungsi kegiatan lain di luar
olahraga.
Pasal 68
Ayat
(1)
Cukup
jelas .
Ayat
(2)
Yang dimaksud
dengan standar teknis sarana olahraga dalam ketentuan ini adalah persyaratan
khusus yang ditetapkan oleh induk organisasi cabang olahraga dan/atau federasi
internasional cabang olahraga bersangkutan,
antara lain, tentang ukuran, jenis, dan bentuk peralatan.
Ayat
(3)
Yang
dimaksud dengan standar kesehatan dalam ketentuan ini adalah standar minimal
tentang kesehatan yang dipersyaratkan untuk sarana olahraga.
Yang dimaksud
dengan standar keselamatan dalam ketentuan ini adalah standar minimal tentang
keselamatan yang dipersyaratkan untuk sarana olahraga.
Ayat
(4)
Pencantuman
informasi tertulis dimaksudkan agar setiap pengguna sarana olahraga dapat
mengerti, memahami, dan mengetahui cara penggunaan dan manfaatnya sehingga
dapat didayagunakan secara optimal serta menghindari terjadinya
kecelakaan/cidera olahraga.
Ayat
(5)
Cukup
jelas.
Pasal 69
Cukup
jelas.
Pasal 70
Cukup
jelas.
Pasal 71
Cukup
jelas.
Pasal 72
Cukup
jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Kerja
sama yang dimaksud antara lain:
(a) pertukaran
pelaku olahraga;
(b) pertukaran
informasi ilmu pengetahuan dan teknologi;
(c) kerja
sama dalam penyelenggaraan kejuaraan atau kegiatan olahraga lainnya; dan
(d) kerja
sama di bidang pendidikan, pelatihan, penelitian, dan bantuan teknis.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Yang dimaksud
dengan eksibisi dalam ketentuan ini adalah bentuk kegiatan olahraga yang
bersifat tontonan, pameran, dan peragaan.
Yang dimaksud
dengan festival dalam ketentuan ini adalah bentuk kegiatan olahraga yang
bersifat perlombaan dan hiburan.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Ayat
(4)
Cukup jelas.
Ayat
(5)
Yang dimaksud
dengan memperhatikan kesejahteraan pelaku olahraga dalam ketentuan ini antara
lain memperhatikan kewajaran pembiayaan dan perlengkapan yang diperlukan bagi
pelaku olahraga sesuai dengan kategorinya.
Pasal 80
Cukup
jelas
Pasal 81
Ayat
(1)
Standar kompetensi tenaga keolahragaan
mencakup persyaratan, antara lain, pendidikan dan kelayakan, baik fisik maupun
mental serta penataran/pelatihan yang telah diikuti.
Standar isi program penataran/pelatihan
mencakup persyaratan, antara lain, ruang lingkup materi, bahan, dan silabus
penataran/pelatihan yang harus dikuasai oleh peserta, dan tingkat kompetensi
yang dicapai oleh peserta setelah menyelesaikan penataran/pelatihan.
Standar prasarana dan sarana olahraga
mencakup, antara lain, ruang dan tempat berolahraga serta perlengkapan dan
peralatan yang diperlukan untuk mendukung kegiatan olahraga.
Standar pengelolaan organisasi
keolahragaan mencakup persyaratan, antara lain, tentang struktur dan
personalia, rencana dan program kerja, jadwal pelatihan dan kompetisi kejuaraan
yang diselenggarakan/diikuti, serta administrasi dan manajemen organisasi
keolahragaan.
Standar
penyelenggaraan keolahragaan mencakup, antara lain, struktur organisasi
penyelenggaraan, rencana dan program kerja, satuan pembiayaan, jadwal
kejuaraan, administrasi dan manajemen penyelenggaraan, serta keamanan dan
perlindungan keselamatan dalam penyelenggaraan keolahragaan.
Standar
pelayanan minimal keolahragaan mencakup persyaratan antara lain ruang
berolahraga, tempat dan fasilitas olahraga, tenaga keolahragaan yang mendukung
kegiatan olahraga, dan tingkat kebugaran jasmani masyarakat.
Ayat
(2)
Peningkatan
secara berencana dan berkala dimaksudkan untuk meningkatkan keunggulan lokal
dan kepentingan nasional dalam kompetisi antarbangsa pada tingkat global.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Ayat
(4)
Cukup
jelas.
Pasal 82
Cukup
jelas.
Pasal 83
Cukup
jelas.
Pasal 84
Cukup
jelas.
Pasal 85
Ayat
(1)
Doping
dilarang digunakan dengan maksud untuk menjaga kesehatan dan keselamatan atlet,
menjamin sportivitas, dan menjaga keluhuran nilai-nilai olahraga.
Ayat
(2)
Sanksi merujuk
pada The Code dari World Anti Doping Agency (WADA) dan ketentuan
yang berlaku dalam organisasi olahraga internasional serta induk organisasi
cabang olahraga.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Pasal 86
Cukup
jelas.
Pasal 87
Cukup
jelas.
Pasal 88
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Alternatif
penyelesaian sengketa dilaksanakan dengan cara negosiasi, mediasi, konsiliasi,
pendapat ahli, dan cara-cara lain yang diperlukan para pihak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Pasal 89
Cukup
jelas.
Pasal 90
Cukup
jelas.
Pasal 91
Cukup
jelas.
Pasal 92
Cukup
jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 4535
Tidak ada komentar:
Posting Komentar